Memori Perjuangan Demmatande Cs di Benteng Salu Banga, Karya Sarman Sahudding

Lukisan Demmatande terbuat dari tanah liat, karya Zaenal Beta (63 tahun)

Di sela cerita itu pula, Kakandaku Sarman, mengirimiku pesan singkat di sebuah aplikasi bernama Whatsapp. sebuah surat elektronik berisi naskah yang menceritakan perjalanan Demmatande, berjuang melawan penjajah di Bumi Kondosapata, di zaman kolonial Belanda.

“JASMERAH: Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bangsa yang besar adalah Bangsa yang tidak melupakan sejarahnya”. Pesan Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama. Begitu bunyi paragraf pertama mengawali naskah yang dikirim Sarman.

Naskah itu akan jadi referensi dalam penulisan buku nantinya yang bercerita tentang perjalanan Demmatande dan kawannya melawan penjajah.

Berikut kisah perjalanan singkat perjuangan Demmatande melawan penjajah, ditulis Sarman Sahudding di Mambi, 8 November 2023.

Izinkan kami mengulas secara singkat sejarah perjuangan Demmatande melawan penjajah kolonial Belanda di Bumi Kodosapata — Mamasa. Perjuangan Demmatande adalah salah satu bukti sumbangsih hadirnya Kemerdekaan Republik Indonesia.

DEMMATANDE lahir di kampung Paladan, Distrik Orobua pada tahun 1862, atau 100 (seratus) tahun silam. Warga di pesisir pantai (Mandar) dan tentara kolonial Belanda menyebut pemuda Paladan ini dengan sebutan Daeng Matande.

Kampung Paladan kini jadi Desa Paladan, Kecamatan Sesenapadang, Kabupaten Mamasa. Demmatande lahir dari pasangan Bongga Masarin (Ayah/Tawalian) dengan Aruan Bulawan (Ibu Paladan).

Demmatande memiliki 5 (lima) saudara, yakni: Paotonan, Deppalana, Bongga Upa’, Sembanggayang, dan Langi’ Masirrin. Demmatande memiliki seorang istri yang bernama Tasik Mentodo’, keduanya dikaruniai seorang anak yang bernama Aruan Bulawan.

Pos terkait