Memori Perjuangan Demmatande Cs di Benteng Salu Banga, Karya Sarman Sahudding

Lukisan Demmatande terbuat dari tanah liat, karya Zaenal Beta (63 tahun)

Jiwa kepemimpinan dan patriotismenya sudah mulai nampak sejak masa mudanya. Demmatande sangat dekat dengan warga yang dipimpinnya. Kampung Paladan di bawah kepemimpinan Demmatande berada dalam kondisi aman, tentram, dan damai.

Demmatande juga sudah mulai membangun hubungan baik dengan pejuang-pejuang lainnya di wilayah Pitu Ulunna Salu (PUS), dan daerahdaerah lainnya seperti Toraja, Mandar, dan Bugis. TAHUN 1906, di Tana Toraja mulai diduduki oleh kolonial Belanda.

Tahun 1907, tentara Belanda mulai masuk ke daerah Pitu Ulunna Salu — Mamasa. Ekspansi Belanda tidak mulus sebab warga Mamasa melakukan perlawanan sebagai bentuk penolakan terhadap penjajahan.

Perlawanan warga Mamasa dalam bentuk perang fisik dengan menggunakan persenjataan tradisional, sementara tentara kolonial Belanda memakai persenjataan modern. Perang ini tidak seimbang, sehingga Mamasa dengan mudah diduduki oleh tentara kolonial Belanda.

Sejak tahun 1909, perlawanan fisik meredup, dan sejak saat itu kolonial Belanda praktis menguasai daerah pegunungan — Sulawesi bagian barat. Mamasa beruntung sebab memiliki seorang patriot muda yang terlahir di Paladan. Namanya Demmatande atau Daeng Matande.

Dari Demmatande-lah semangat perlawanan itu kembali membuncah danbmenginspirasi di bumi Pitu Ulunna Salu — Kondosapata. Perlawanan Demmatande terhadap tentara kolonial Belanda sangat beralasan dan masuk akal. Ketika itu tahun 1910. Rakyat Mamasa dipaksa bayar pajak, dan yang dianggap berat ketika diberlakukan kerja rodi atau kerja paksa.

Pos terkait