Memori Perjuangan Demmatande Cs di Benteng Salu Banga, Karya Sarman Sahudding

Lukisan Demmatande terbuat dari tanah liat, karya Zaenal Beta (63 tahun)

Sejak saat itu, Demmatande kemudian menyerukan kepada semua pengikutnya untuk perang melawan tentara Belanda di Mamasa. Ketika itu tahun 1912. Sebelum meletus perang sengit, Demmatande membangun benteng di Paladan yang kemudian dikenal Benteng Salu Banga.

Rakyat Pitu Ulunna Salu — Mamasa — mendukung keputusan Demmatande untuk melawan tentara Belanda yang sudah tidak berperikemanusiaan itu. Perang di Benteng Salu Banga benar-benar terjadi.

DEMMATANDE tidak mau dijajah oleh Belanda. Demmatande melihat dan merasakan perlakuan tentara Belanda dengan menyiksa rakyat saat bekerja rodi dan dipaksa bayar pajak. Tekad perlawanan sudah bulat. Demmatande mengumpulkan pasukannya di Benteng Salu Banga. Di dalam benteng itu didirikan sejumlah rumah, termasuk rumah Sura’ (ukir) sebagai tempat berkumpul para pasukan beserta keluarganya.

Di dalam Benteng Salu Banga sudah ada senjata meriam atau marattini, senjata api, parang, tombak dan sejumlah alat pertahanan tradisional lainnya. Tak lama kemudian perang terbuka pun pecah. Serangan pertama tentara Belanda ke Benteng Salu Banga terjadi pada tanggal 11 Agustus 1914, yang penyerangan ini dipimpin oleh Komandan Detasemen Vraagan — seorang perwira tentara Belanda.

Serangan dengan tembakan beruntun dalam waktu lama itu berhasil dipatahkan oleh pasukan Demmatande. Dalam laporan berbahasa Belanda dalam catatan Sejarah Perjuangan Demmatande (W.M. Manala, 1987), Y. Van Driil mengakui kalau memang tentara Belanda dipukul mundur oleh pasukan Demmatande di Paladan.

Serangan kedua ke Benteng Salu Banga dipersiapkan. Sebelum serangan kedua itu tiba, tentara Belanda merasa perlu meminta bantuan sejumlah personil ke Majene dan Makassar. Serangan kedua ini dengan kekuatan sebanyak 180 personil tentara Belanda. Tepat tanggal 9 Oktober 1914, serangan kedua dilancarkan yang dipimpin oleh Loys Coortes.

Pos terkait